Senin, 29 Februari 2016

GIAT RUTIN POLSEK NGUNTORONADI MAGETAN

Sejarah Candi Sadon Panekan Magetan



1. Sejarahnya
  Candi Sadon adalah sebuah candi yang terletak di Dusun Sadon desa Cepoko kecamatan Panekan, kurang lebih 40 meter sebelah timur perempatan jalan antara dusun Pandak dan dusun Sadon (pada jalan Magetan-Panekan)

  Candi ini dikalangan masyarakat lebih terkenal dengan nama "CANDI REYOG", karena ada dua arca dan agak besar yang istilah kepurbakalaannya dinamakan "KALA" sebab bentuknya seperti reyog. Kala ini wujudnya menyerupai reman muka raksasa (Batara Kala) yang menyeramkan, mata besar melotot keluar, mulut menganga taring terbuka, dua tangan siap menerkam, sedang dua makara menghias di kepala, sehingga disebut juga KALA MAKARA. Jadi disebut Candi Reyog, semata-mata karena ada dua Kala Makara yang bentuknya seperti kesenian reyog (kepala harimau dan merak).

Namun pada tahun 1966, candi tersebut mengalami kerusakan total, karena ulah pemuda-pemuda KAMI/KAPI yang dengan sengaja merusak.

  Pada Tahun 1969 dengan dipelopori oleh Sdr. Sutaryono Ba, yang tugas dinas hariannya sebagai Kepala Kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Magetanberupaya mengadakan perataan kembali area-area yang dimaksud, bersama-sama dengan masyarakat setempat dan akhirnya terbentuklah wujud candi yang tersusun seperti yang ada sekarang ini.
Pada tahun 1973 diadakan pendataan dan penelitian oleh Sdr. Drs SORCIPTO danSdr SUWARDI Ba, dan dijelaskan sebagai berikut :

A) Asal candi ini adalah merupakan sebagian reruntuhan candi, dan diperkirakan disekitar lokasi tersebut masih ada bagian-bagian area lain yang masih terpendam.

B) Benda-benda peninggalan yang masih terlihat dalam candi ini antara lain :
  1. Kala
  2. Naga
  3. Batu bertulis (isi tidak jelas)
  4. Tantri (potongan ceritera binatang)
  5. Umpak
  6. Yani
  7. Antefik (bagian sudut candi)
  8. Area-area kecil
C) Benda-benda tersebut diperkirakan peninggalan Hindu pada jaman MOJOPAHIT.

  Selain poin tersebut, masih ada seberkas informasi lainnya tentang keberadaan candi Sadon.

  Pada tahun 1933 Dr. Van Enoch, seorang Archeologi bangsa Belanda mengadakan suatu penelitian. Hasil atau kesan-kesan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Tempat tersebut (Candi Sadon), adalah tempat ameng-amengnya Prabu Erlangga
  2. Candi atau arca yang ada sekarang ini hanya sepertiga dari bangunan candi yang sebenarnya.
Dengan adanya dua pendapat yang berlainan tersebut diatas, maka sangat perlu adanya penjelasan yang positif tentang sejarah Candi Sadon dari ahli sejarah kepurbakalaan. Dengan harapan Bapak Kepala Bidang Kepurbakalaan Propinsi Jawa Timur, semoga dapat memberikan penjelasan yang selengkapnya.

  Data-data pendukung :

A) . Ukuran tanah : 
  1. Lebar depan (utara) = 10, 6 meter
  2. Lebar belakang (selatan) = 6,7 meter
  3. Panjang sebelah timur = 7,0 meter
  4. Panjang sebelah selatan = 6,5 meter
  5. Pendopo = 6,7 x 5 meter
B) Status Pemilikan : oleh Pemerintah yang dikuasakan langsung Kepala Bidang Kepurbakalaan di Trowulan.

C) Pemeliharaan : 
  1. Juru Kunci : Sdr. Sarnu. TR (pegawai negeri yang digaji langsung dari Trowulan)
  2. Juru Kunci pembantu dari desa : Sdr. Nulyadi
  Tahun 1975 bertepatan saat lomba desa Cepoko panitia lomba desa sempat mengekpus keluar dan mempromosikan Candi Sadon ini melalui foto sampul depan buku Risalah lomba desa.

  Akhirnya Bapak Patih SOEBOWO dan Bapak Bupati Magetan saat itu (DJAJADI) berkenan menyempatkan meninjau lokasi Candi Sadon tersebut. Sehingga pada tahun 1984, oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Magetan dibangun sebuah "PENDOPO" yang fungsinya sebagai tempat istirahat, dan sebagainya.

Pada tahun 1985, seorang mahasiswa Archeologi dari negeri Belanda mengadakan riset ke komplek Candi Sadon dalam rangka KKN. Beliau mengatakan bahwa Candi Sadon ini merupakan peninggalan kerajaan Majapahit terakti, mengingat di sekitar Candi banyak ditemukan batu bata ukuran besar (30x30 cm), dengan ketebalan 10 cm.

2. Ceritera terjadinya nama : SADON

  Dinamakan Candi Sadon karena lokasinya terletak di dukuh Sadon. Menurut keterangan para sesepuh (orang-orang tua) di Dukuh Sadon mengatakan bahwa : kata SADON berasal dari SAD dan DON.

  • Kata SAD berasal dari kata : ASAD
  • Kata DON berasan dari kata : PADUDON
Jadi kata SADON berasal dari : ASDDING PADUDON, yang artinya habisnya perselisihan / pertengkaran / permusuhan / peperangan. Sehingga sudah tidak ada lagi kekacauan dan yang ada tinggal : KETENTERAMAN.

Disamping itu masih ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa : kata SADON berasal dari kata SADU dan akhiran an menjadi SADUAN, yang kemudian berubah menjadi SADON. Adapun pengertiannya :
  • SADU berarti tenteram.
  • SADUAN berarti tempat yang tentram.
Pada Candi Sadon terdapat prasasti sebanyak tiga buah yang berbunyi :
  1. a - pa pa - - ka - la
  2. sa da pa kra - ma
  3. ba da sri - pa ja - ba da - ka - la
Ditinjau dari segi paleografinya, prasasti ini sejaman dengan prasasti dari dusunTledokan (kecamatan Benda), yaitu pada masa Kediri. Huruf-hurufnya berbentuk : BLOK / kwadrat.

  Dari pelajaran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa candi Sadon tersebut lebih condon kalau peninggalan jaman Erlangga. Sebab Kediri adalah sebagai kelanjutan dari kerajaan Kahuripan (dan Erlangga sebagai rajanya)

3CERITERA RAKYAT DAN KEYAKINAN MASYARAKAT

  Menurut keyakinan masyarakat disekitar candon menyebutkan bahwa Candi Sadon atau Cando Reyog,ditunggu oleh penjaga roh halus yang bernama "DADUNG KAWUK", yang dalam ceritera pewayangan sebagai penggembala kerbau siluman MAESADANU. Hal ini diperkuat dengan adanya peternak kerbau / lembu di desa Sadon (Cepoko) saja terdapat arca lembu 4 (empat) buah. Hanya sayangnya yang tiga buah telah hilang kepalanya, hal ini terjadi pada tahun 1966.

  Pada tahun 1989, arca lembu yang letaknya di sebelah timur komplek candi Sadon pernah dicuri orang. Selama arca lembu tersebut belum diketemukan, lembu-lembu yang ada disekitarnya berubah menjadi liar ("Galak" dalam bahasa Jawa).

  Candi Sadon juga dinamakan Candi REYOG, karena pada candi Sadon terdapat arca pokok yang menyerupai reyog ("barongan" dalam bahasa Jawa).

Pada tahun 1992, candi Sadon ditinjau dari Team penilaian lomba pendidikan (KUN) tingkat Jawa Timur. Pada waktu itu diadakan pentas Reyog. Para penonton banyak yang duduk di batu-batu arca candi. Akhirnya penonton digaduhkan oleh seseorang yang naik pohon andong setinggi 2,5 meter sedang garis tenga batangnya hanya 3 cm. Namun demikian batang endong tersebut tidak tumbang meskipun yang naik batang tersebut badannya cukup besar dan tinggi. Kemudian pimpinan Reyog menghimbau agar para penonton tidak duduk pada batu-batu arca. Setelah itu, pemanjat pohon tersebut turun dengan perlahan-lahan. Itulah suatu pertanda bahwa sebetulnya Sadon masih mempunyai kekuatan magic.

4. FUNGSI

  Masyarakat sekitar Candi Sadon berpendapat bahwa Candi Sadon masih mempunyai kekuatan gaib. Oleh sebab itu, mereka menggunakan Candi Sadon sebagai tempat syukuran / selamatan, dengan harapan agar Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kenikmatan lahir dan batin agar tidak ada mala petaka terhadap rakyat Sadon dan desa Cepoko pada umumnya. Lebih-lebih bila ada orang punya hajad mantu, mereka pasti mengadakan sesaji di candi Sadon, dengan harapan agar mempelai berdua tidak menemui mala petaka. Bahkan banyak pula orang-orang dari luar desa Cepoko yang datang di Candi Sadon untuk syukuran / selamatan, atau datang untuk mengadakan semedi, dan lain-lain. Tergantung keperluan / kebutuhan manusia.

 Dengan fungsi yang demikian, maka Candi Sadon terpaksa dibuka selama 24 jam.Siang hari dilayani oleh Juru Kunci : SUDIRO, sedang malam hari dilayani Sdr. Mulyadi yang rumahnya kurang lebih sekitar 100 meter sebelah timur candi Sadon.

Sumber :http://crzvanessa.blogspot.co.id/

Gubernur Pertama Jawa Timur RMTA. SOERJO (1945-1948)



Magetan .lahir pada tanggal 9 Juli 1895. Soerjo merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara dari Raden Mas Wiryosumarto yang bertugas sebagai Ajun Jaksa di Magetan,dan Raden Ayu Kustiah.

Semasa kecil, Soerjo termasuk anak berwatak pemberani yang suka melakukan sesuatu bukan untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk kepentingan bersama.
Di masa pendidikan, mula-mula Soerjo bersekolah di Tweede Inlandsche School (Sekolah ongko loro) di Magetan, kemudian pindah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS).

Setelah lulus dari HIS, ia pindah ke Madiun untuk mengikuti pendidikan di Opleidings School Voor Inlandsche Ambteraar (OSVIA). Selama di Madiun ia tinggal di rumah kakak ibunya yang menjadi Bupati Madiun, yaitu Raden Ronggo Kusnodiningrat. Selama pendidikan ia selalu memperlihatkan tanda-tanda kepemimpinannya, yaitu tegas, jujur, sportif dan ksatria.

Lulus OSVIA tahun 1918, ia ditugaskan di Ngawi sebagai Gediplomeerd Assistant nlandsch Bestuur Ambtenaar kantor Controleur Ngawi. Sebelum tamat OSVIA, ia pernah ditugaskan sebagai pangreh praja dalam residensi Madiun sesuai Besluit Kepala Departemen Derusan Bestuur tanggal 22 Agustus 1917 No. 1442/C11 dan Candidat prijaji Pangreh Praja Indonesia dan ditempatkan sebagai Controleuir di Ngawi berdasarkan Besluit Residen Madiun No. 7681/10 tanggal 27 Agustus 1917.

Pasca kelulusan dari OSVIA ia berturut-turut sebagai Wedono Ngrambe (Ngawi) berdasarkan Besluit Residen Madiun No. 4058/10 tanggal 3 April 1919, Asisten Wedana Onderdistrik Karangredjo (Magetan) No. 11847/10 tanggal27 Oesember 1919.

Tahun 1920 ia dipindahkan ke Madiun sebagai Mantri Veld Politie hingga tahun 1922. Tahun 1923 ia mendapat tugas belajar di Politie School (Sekolah Polisi) di Sukabumi selama dua tahun. Selanjutnya is pindah ke Onderdistrik Kota Madiun tanggal 30 Maret 1925 berdasarkan besluit Residen Madiun No. 5064/10.

Pada tahun 1926 ia pernah menduduki jabatan Asisten Wedana di Kota Madiun dan Ponorogo (Jetis) dan selanjutnya ia menjadi Wedana di Pacitan. Pada tahun yang sama ia menikah dengan Raden Ajoe Siti Moettopeni, yang lahir di Ponorogo tanggal 13 Mei 1898. Raden Ajoe Siti Moettopeni merupakan puteri dari Raden Adipati Aryo Hadiwinoto, Bupati Magetan. Buah pernikahan tersebut melahirkan seorang anak bernama Raden Adjeng Siti Soeprapti, lahir di Magetan, 12 Januari 1922.

Berdasarkan besluit Residen Madiun No. 1524/10 tanggal 21 Februari 1927, dipindahkan ke Onderdistrik Djetis distrik Ardjowinangun Kabupaten Ponorogo. Berdasarkan besluit Residen Madiun No. 4975/10 tanggal 30 Juni 1927 diangkat menjadi Asisten Wedono Klas I. Berdasarkan Besluit Goebernoer Djawa Timoer tanggal 25 September 1928 No. 1080/23a diangkat menjadi Wedono Distrik Kota Patjitan.

Pada tahun 1930 ,Soerjo, mengikuti pendidikan di Bestuuracademic di Batavia selama dua tahun. Selesai pendidikan ia ditugaskan di distrik Modjokasri (Modjokerto) sebagai Wedana di Mojokerto berdasarkan Besluit Goebernoer Djawa Timoer tanggal1 Desember 1930 No. 3171/23a
Selanjutnya berdasarkan Besluit Gubernur Jawa Timur tanggal 11 September 1935 No. 1716/23a diangkat menjadi Wedono Distrik Porong. Kabupaten Sidoarjo. Tahun 1938 berdasarkan Besluit Gubernur tanggal 9 Agustus 1938 (2603) No. 39 diangkat menjadi Bupati di Magetan hingga tahun 1942.

Setelah menjabat Bupati Magetan, beliau menjabat Su Cho Kan (Residen) Bojonegoro pada tahun 1943 hingga kemerdekaan Republik Indonesia. Masa pendudukan Jepang maerupakan masa kehidupan yang sulit bagi Soerjo karena ia harus memenuhi permintaan Jepang sementara ia melihat rakyat nasibnya semakin parah.

Setelah Indonesia merdeka, Soerjo, diangkat sebagai Gubernur Propinsi Jawa Timur yang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dipublikasikan melalui pengumuman pemerintah tanggal 18 Agustus 1945.

Ia dilantik pada tanggal 5 September dan baru melaksanakan tugas sebagai Gubernur Jawa Timur tanggal 12 Oktober 1945. Peristiwa penting yang dipimpin beliau antara lain ketika menghadapi pasukan tentara sekutu di Surabaya. Setelah terbunuhnya Mallaby di Surabaya tanggal 31 Oktober 1945 kemarahan Inggris semakin memuncak.

Pada 9 November 1945 tentara Inggris mengeluarkan ultimatum kepada segenap rakyat Surabaya agar menyerahkan senjata paling lambat tanggal 10 Nopember 1945 pukul 06.00 pagi. Apabila tuntutan ini tidak dipenuhi mereka akan menggempur Surabaya dari darat, laut, dan udara.

Gubernur Soerjo menghadapi keadaan genting ini dengan kepala dingin. Ia mengadakan rapat dengan Tentara Keamanan Rakyat. Pada tanggal 9 Nopember 1945 pukul 23.00 ia berpidato melalui siaran radio dan membakar semangat rakyat untuk bangkit melawan pasukan Inggris.

Pidato yang sama pun digelorakan oleh Bung Tomo yang mampu memicu semangat pemuda Surabaya untuk menahan gempuran Sekutu. Keesokan harinya, 10 Nopember 1945, meletus pertempuran dahsyat antara tentara Inggris dan para pejuang serta pemuda Indonesia di Surabaya yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Surabaya.

Paska pertempuran Surabaya, serangan Inggris di Surabaya semakin gencar dan memaksa Suryo dan stat pemerintahan menyingkir ke Sepanjang (1945), kemudian ke Mojokerto, Kediri, dan Malang (1947) Setelah aksi Militer Belanda I tanggal21 Juli 1947. Kedudukan Pemerintah Propinsi Jawa Timur yang sebelumnya ada di Malang dipindahkan ke Blitar.

Daerah tersebut dianggap relatif lebih aman karena letak geografis yang strategis yang berada di lereng Gunung Kelud sehingga menjadi tempat yang baik untuk perang gerilya.
Pada tahun 1947 Soerjo digantikan oleh Dr. Moerdjani. Soerjo mendapat tugas baru sebagai Wakil Ketua DPA di Yogyakarta. la selanjutnya menjadi ketua DPA ketika ketua sebelumnya sakit.

Pada tanggal 10 Nopember 1948 setelah menghadiri peringatan hari Pahlawan di Yogyakarta, Soerjo pulang ke Madiun untuk menghadiri 40 hari wafatnya adiknya, Raden Mas Sarjuno yang menjadi korban keganasan Partai Komunis Indonesia (PKI). la bermalam di Solo dan menginap di rumah seorang Residen Solo, Pak Diro. Keesokan harinya, 11 Nopember 1948, ia ameneruskan perjalanan.

Di Desa Bago, Kedunggalar, Ngawi, pada tahun 1948, ia dicegat dan kemudian ditawan gerombolan komunis yang dipimpin oleh Mr. Amir Sjarifuddin dan Maladi Yusuf sebagai komandan pasukan. Pada saat yang hampir bersamaan lewatlah mobil dari arah berlawanan yang ditumpangi Komisaris Besar Polisi M. Doerjat dan Komisaris Polisi Soeroko yang kemudian juga ikut dicegat dan ditawan. 

Gubernur Soerjo, Komisaris Besar Polisi M Doerjat, dan Komisaris Polisi Soeroko di bawa ke Hutan Sonde dan dibunuh secara kejam dengan dipukul kepalanya hingga pecah memakai balok kayu di dekat sungai Klakah (salah satu anak sungai Bengawan Solo) lalu mayatnya dikuburkan secara sembarangan dan dangkal, kemudian ternyata setelah dilakukan pencarian lagi disekitar tempat penguburan tersebut masih ditemukan mayat lain yang juga menjadi korban rombongan komunis tersebut.

Jenazahnya ditemukan empat hari kemudian di dekat sungai Klakah yang terletak di Dukuh Ngandu, Desa Bangunrejo Lor, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi tersebut. Jenazah Soerjo kemudian dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan.
Pemerintah mengangkatnya sebagai pahlawan Pembela Kemerdekaan pada tahun 1964 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 294, tanggal 17 Nopember 1964.

Sumber : Arsip Jatim 

Sabtu, 27 Februari 2016

Monumen Soco bendo Magetan



BENDO Monumen Soco berada di desa soco kec bendo kab magetan, merupakan salah satu obyek wisata sejarah yang berdada di kabupaten yang bermotto MITRA (magetan, indah, tertib, rapi, dan aman) ini. Di mana tempat wisata ini merupakan tempat terjadinya tragedi berdarah dari keganasan pemberontakan PKI tahun 1948. Tempat wisata sejarah ini berada di desa doco kecamatan Bendo, 200 meter sebelah selatan Lanud Iswahyudi maospati magetan atau + – 15 Km arah timur dari pusat kota Kabupaten Magetan. Salah satu saksi yang ada di monumen ini adalah berupa gerbong Kereta Api “Kertopati”. Dan dua sumur tempat pembuangan 108 mayat-mayat yang dibantai oleh PKI.Gerbong ini digunakan untuk mengangkut para korban keganasan PKI, yang terjadi di madiun. Sebuah saksi bisu yang juga mencerminkan kisah nan mengiriskan hati, ini akan membuat kita mengingat dan mengimajinasi masa lampau.
Soco adalah sebuah desa kecil yang terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah selatan lapangan udara Iswahyudi. Desa Soco termasuk dalam wilayah Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan. Dalam peristiwa berdarah pemberotakan PKI tahun 1948, Soco memiliki sejarah tersendiri.
Di desa inilah terdapat sebuah sumur tua yang dijadikan tempat pembantaian oleh PKI. Ratusan korban pembunuhan keji yang dilakukan PKI ditimbun jadi satu di lubang sumur yang tak lebih dari satu meter persegi itu.
Letak Soco yang strategis dan dekat dengan lapangan udara dan dipenuhi tegalan yang banyak sumurnya, menjadikan kawasan itu layak dijadikan tempat pembantaian. Apalagi desa ini juga dilewati rel kereta lori pengangkut tebu ke Pabrik Gula Glodok, Pabrik Gula Kanigoro dan juga Pabrik Gula Gorang-gareng. Gerbong kereta lori dari Pabrik Gula Gorang-gareng itulah yang dijadikan kendaraan mengangkut para tawanan untuk dibantai di sumur tua di tengah tegalan Desa Soco.
Di sumur tua desa Soco ditemukan tak kurang dari 108 jenazah korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang diantaranya dapat dikenali, sementara sisanya tidak dikenal. Sumur-sumur tua yang tak terpakai di desa Soco memang dirancang oleh PKI sebagai tempat pembantaian massal sebelum melakukan pemberontakan.
Beberapa nama korban yang menjadi korban pembantaian di Desa Soco adalah Bupati Magetan Sudibjo, Jaksa R Moerti, Muhammad Suhud (ayah mantan Ketua DPR/MPR, Kharis Suhud), Kapten Sumarno dan beberapa pejabat pemerintah serta tokoh masyarakat setempat termasuk KH Soelaiman Zuhdi Affandi, pimpinan Pondok Pesantren ath-Thohirin Mojopurno, Magetan.
Di Soco sendiri terdapat dua buah lubang utama yang dijadikan tempat pembantaian. Kedua sumur tua itu terletak tidak jauh dari rel kereta lori pengangkut tebu. Para tawanan yang disekap di Pabrik Gula Rejosari diangkut secara bergiliran untuk dibantai di Desa Soco. Selain membantai para tawanan di sumur Soco, PKI juga membawa tawanan dari jalur kereta yang sama ke arah Desa Cigrok. Kini, desa Cigrok dikenal dengan nama Desa Kenongo Mulyo.
Terungkapnya sumur Soco sebagai tempat pembantaian PKI bermula dari igauan salah seorang anggota PKI yang turut membantai korban. Selang seratus hari setelah pembantaian di sumur tua itu, anggota PKI ini mengigau dan mengaku ikut membantai para tawanan.
Setelah diselidiki dan diinterogasi, akhirnya dia menunjukkan letak sumur tersebut. Sekalipun letak sumur telah ditemukan, namun penggalian jenazah tidak dilakukan pada saat itu juga, tapi beberapa tahun kemudian. Hal ini disebabkan oleh kesibukan pemerintah RI dalam melawan agresi Belanda yang kedua.
Sekitar awal tahun 1950-an, barulah sumur tua desa Soco digali. Salah seorang penggali sumur bernama Pangat menuturkan, penggalian sumur dilakukan tidak dari atas, namun dari dua arah samping sumur untuk memudahkan pengangkatan dan tidak merusak jenazah. Penggali sumur dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari enam orang.
Di kedalaman sumur yang sekitar duabelas meter, regu pertama menemukan 78 mayat, sementara regu kedua menemukan 30 mayat. Semua jenazah dihitung hanya berdasarkan tengkorak kepala, karena tubuh para korban telah bercampur-aduk sedemikian rupa.
Di samping sumur Tua Soco, di Madiun juga terdapat sumur tua lainnya sebagai kuburan missal yakni; Sumur Tua desa Bangsri, Sumur Tua DEsa Cigrok, dan Sumur Tua Desa Kresek yang juga dibangun Monumen diatasnya. Monumen Soco diresmikan oleh Ketua DPR RI pada tahun tersebut yang merupakan putra dari Kiai tersebut pada tahun 1989.

Sumber : http://www.pusakaindonesia.org

Candi Dewi Sri Simbatan Magetan


NGUNTORONADI Candi Dewi Sri Simbatan adalah sebuah candi yang terdapat arca Dewi Sri di dalamnya, dan terletak di desa Simbatan kec nguntoronadi magetan, sekitar 17 Km ke arah timur dari kota Magetan.
Arca Dewi Sri ini merupakan arca yang 'dihormati', dimana setiap hari Jumat Pahing, dalam penanggalan Jawa, di bulan Muharram selalu diikutsertakan dalam ritual bersih desa. Dan kegiatan itu sudah berlangsung sejak tahun 1813.
Ada sesuatu yang menarik tentang arca Dewi Sri ini, dimana sejak tahun 1933 sampai tahun 1942 pada dada arca tersebut keluar sumber air yang bersih. Dan sejak saat itu, sumber air tersebut dimanfaatkan oleh banyak orang untuk diambil sebagai pengobatan segala macam penyakit.

Sumber : http://www.eastjava.com

Asal-usul Terbentuknya Telaga Sarangan Magetan Jawa Timur


PLAOSAN Telaga Sarangan-Terletak di lereng Gunung Lawu tepatnya di Kecamatan Pelaosan, Magetan, Jawa Timur ini konon melimiki mitos di balik keberadaannya.
Konon dulu menurut cerita yang saya dapatkan dan pernah dibahas dalam pelajaran saat sekolah SMP, dalam pembahasan tentang asal-usul terbentuknya Telaga Pasir (Telaga Sarangan).

Dalam cerita ada dua tokoh yaitu Kyai Pasir dan Nyai Pasir, berawal dari Kyai Pasir yang sedang mencari kayu bakar di hutan menemukan sebuah telur raksasa, dan telur itu dibawa pulang oleh kyai pasir. setelah sampainya dirumah, telur itu kemudian di masak oleh nyai pasir untuk dimakan.
Setelah telur itu habis dimakan oleh kyai pasir dan nyai pasir, tak lama kemudian tubuhnya merasa panas dan gatal-gatal setelah memakan telur itu. Kemudian kyai pasir dan nyai pasir berguling-guling dan menggerus-gerus tanah lantaran seluruh tubuhnya merasa gatal.
Berdasarkan cerita masyarakat banyak yang mengatakan bahwa Kyai Pasir dan nyai pasir berubah menjadi naga raksasa yang terus menerus menggerus-gerus tanah hingga membentuk kubangan yang cukup dalam dan hingga keluarlah mata air didalamnya.
Dan kubangan ini lah yang di yakini masyarakat Magetan sebagai Telaga Pasir (Telaga Sarangan).

Mitos tentang keberadaan naga raksasa ini pun masih diyakini oleh masyarakat bahwa hingga saat ini masih ada dan masih hidup, tapi entahlah keberadaannya dimana saat ini.

Sumber :http://www.dzatmiko.com

Jumat, 26 Februari 2016

Samsung Galaxy Tab 2 Hard Reset / Factory Setting

Cara Hard reset Samsung Galaxy Tab 2

  • matikan ponsel , pada posisi HH tidak menyala 
  • tekan dan tahan tombol " VOL UP + POWER "
  • tekan VOL UP untuk masuk ke CWM recovery
  • pilih "wipe data / factory reset" (pilih dengan tombol VOL dan enter dengan POWER)
  • pilih "Yes -- Delete all user data"
  • setelah proses selesai pilih "reboot system now" tunggu ponsel akan rebot dan masuk star menu
  • selesai

Semoga Bermanfaat

Kamis, 25 Februari 2016

tips : cara mengetahui nomor HP sendiri

Mungkin teman teman pernah mengalami kejadian ada orang hendak membeli pulsa ke rekan2, namun tidak tahu nomornya ? dan nomor tsb tidak bisa dipakai untuk menelpon/SMS atau pulsanya habis sehingga nomornya tidak diketahui ?

tahukah rekan2 sekalian bahwa operator menyediakan perintah khusus untuk menampilkan nomor HP yang tidak diketahui tadi ?

caranya adalah sebagai berikut :


Telkomsel
Ketik : *808# kemudian tekan tombol Call

XL
Ketik : *123*817# kemudian tekan tombol Call

Indosat
Ketik : *123*30# kemudian tekan tombol Call

Axis
Ketik : *123*7*5# kemudian tekan tombol Call

Three
Ketik : *111*1# kemudian tekan tombol Call

Smartfren
Ketik : *995 kemudian tekan tombol Call

Cara Hard Reset Oppo Joy R1001




Berikut cara hard reset oppo joy r1001:
  1. Oppo dalam keadaan off, cabut baterai kemudian pasang kembali.
  2. tekan dan tahan dua tombol, yakni Tombol Volume Down + Tombol Power
  3. ketika hh hidup maka akan ada tulisan kecil "factory mode" di bagian kiri bawah maka lepaskan tombol power saja (perhatikan bagian ini)
  4. ketika sudah muncul menu Select Language maka lepaskan tombol satunya 
  5. pilih English
  6. muncul menu oppo recovery seperti gambar
  7. pilih wipe data and cache kemudian pilih Yes, gunakan tombol volume untuk naik turun menu dan sentuh untuk memilih menu. 
  8. proses wipe akan berjalan dan tunggu sampai ada notifikasi kalau proses wipe sudah selesai. 
  9. klik Yes, dan ketika kembali ke menu awal oppo resovery pilih lagi Reboot.
  10. maka oppo akan restart tunggu sampai selesai masuk menu awal oppo dalam keadaan tidak terkunci lagi
  11. Semoga Bermanfaat 
Sumber ;http://craftcelldolopo.blogspot.co.id/

Sejarah Kabupaten Magetan


MAGETAN Dalam kehidupan sosial budaya, ternyata melalui tulisannya banyak para ahli sejarah menyebut-nyebut Magetan. Demikian pula dalam kenyataanya, di Magetan tidak sedikit dijumpai peninggalan-peninggalan pada jaman dahulu kala, misalnya di desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan, di desa Cepoko Kecamatan Panekan. Di makam Sonokeling desa Kepolorejo Kecamatan Kota Magetan terdapat sebuah makam yang membujur kearah utara selatan. Batu nisan sebelah berukuran lebar 34 cm, tebal 26 cm, tinggi 66 cm yang bahannya terbuat dari batu andezit dimana bentuk tulisannya diperkirakan berasal dari sekitar abad 9.

Di dukuh Sadon desa Cepoko kecamatan Panekan terdapat Kalamakara dengan reruntuhan batu lainnya yang bahannya juga dari batu andezit. Berdasarkan hal tersebut terdapat kemungkinan dipersiapkannya pendirian bangunan candi. Pada reruntuhan batu yang terletak dibawah makara terdapat tulisan yang tidak terbaca karena sudah rusak, dari bentuk tulisannya dapat diperkirakan bahwa peninggalan tersebut dari jaman Erlangga (Kediri). Reruntuhan tersebut oleh masyarakat sekitar dikenal dengan nama Dadung Awuk.

Ditempat lain juga terdapat peninggalan-peninggalan yang lain seperti di puncak gunung Lawu wilayah kabupaten Magetan yaitu peninggalan yang berbentuk Pawon Sewu (candi pawon) atau punden berundak yang diperkirakan sebagai hasil budaya jaman Majapahit. Demikia juga di lereng gunung Lawu terdapat peninggalan candi Sukuh dan candi Ceto. Adanya peninggalan-peninggalan tersebut sesuai dengan perkembangan di akhir kerajaan Majapahit, dimana waktu itu banyak rakyat dan kalangan keraton yang meninggalkan pusat kerajaan dan pergi ke gunung-gunung dalam usaha mempertahankan kebudayaan dan agama Hindu termasuk gunung Lawu kabupaten Magetan.

Hal ini telah disebut pula dalam babad Demak antara lain sebagai berikut : bahwa pangeran Gugur putera Brawijaya Pamungkas yang oleh masyarakat Magetan disebut sunan Lawu, bermukim diwilayah gunung Lawu yang batasnya sebelah selatan Pacitan, sebelah timur bengawan Magetan dan sebelah utara bengawan (Solo, Ngawi, Bojonegoro).
Dalam babad Tanah Jawi terdapat bait-bait sebagai berikut :

Pupuh 3 :
Anging arine raneki
Sang dipati tan purun ngalihno
Dene patedan Sang Raji
Pandji sureng raneku
Duk sang nata aneng samawis
Mangkana Kartojudo
Ing raka tinuduh
Anggetjah mantjanegoro ponorogo, madiun lan saesragi
Kaduwang ka magetan

Pupuh 5 :
Saking nagari ing Surawesti
Wus sijaga sedja magut ing prang
Mring demang Kartojudone
Ing pranaraga ngumpul
Ka Magetan kaduwung sami
Tuwin ing Jagaraga
Pepak neng Madiun
Sampun ageng barisira
Sira demang Kartojudo budal saking
Caruban saha bala

Pupuh 8 :
Sira demang Kartojudo aglis
Budal saking Madiun negara
Mring Jagaraga kersane
Dene ingkang tinuduh
Mring kaduwang mantri kekalih
Ngabehi Tambakbojo
Lawan Wirantanu
Angirid prajurit samas
Mantri kalih ing kaduwang sampun prapti
Mandek barisira

Pupuh 9 :
Nahan gantija kawuwusa
Sri Narendra gja wagunen ing galih
Denja mijarsa warta
........................................................

Pupuh 10 :
Pambalike wong Mantjanegoro
Geger tepis iring Kartosuro
.................................................

Dari tulisan tersebut diatas yang teruntai dalam bentuk tembang dandang gulo dapat diambil kesimpulan bahwa :
Pertama : Magetan benar-benar merupakan daerah Mancanegoro Mataram (daerah takluk kerajaan Mataram)
Kedua : Magetan adalah tempat berkumpulnya prajurit Mancanegoro untuk menyerang pusat pemerintahan Mataram yang pada saat itu berada dibawah pengaruh kekuasaan kompeni belanda
Ketiga : Kekacauan terus menerus yang dialami oleh pusat pemerintahan

Kerajaan Mataram yang lazim disebut sebagai perang mahkota (didalangi oleh kompeni belanda) maka Magetan sebagai daerah mancanegoro mendapat pengaruh langsung dari perang mahkota itu. Akibat perang tersebut banyak leluhur Mataram yang wafat dan dimakamkan di daerah Magetan.

Dengan data-data tersebut diatas penting sekali bahwa warisan-warisan leluhur dan latar belakang sejarah Kabupaten Magetan itu terus dipepetri sehingga tetap mempunyai nilai, arti dan jiwa pendorong semangat demi suksesnya pembangunan yang semakin berkembang

sumber ; http://juragansejarah.blogspot.co.id/